Jumat, 17 Juni 2016

PSIKOTERAPI (TUGAS KE4)

1. Bagaimana cara terapis untuk menjelaskan tujuan dari terapi perpektif integratif sehingga dapat membantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, ditandai dengan aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan? (jelaskan dengan contoh)

jawab
Mr A adalah seorang pria lajang berusia 35 tahun yang telah mengikuti sesi psikoterapi karena menderita gangguan distimikselama beberapa tahun. Setelah dilakukan eksplorasi dan interpretasi secara sadar, ditemukan faktor penyebab depresi. Ternyata Mr. A tidak pernah bisa menerima perpisahannya dengan orang tuanya yang terjadi ketika dirinya berusia sekitar 20 tahun. Pada saat itu, ia telah meninggalkan karir yang menguntungkan di industri keuangan untuk menjadi guru sekolah tinggi. Keputusan ini sangat memuaskan baginya secara emosional dan interpersonal, tetapi bagi orang tuanya hal ini merupakan kekecewaan besar dan pengkhianatan. Setelah mencoba untuk memperbaiki hubungandan hanya menerima terus kemarahan dan kritik dari orang tuanya, Mr A akhirnya berhenti bertemu dan berbicara kepada mereka.Sejauh klien sadar, ia telah melupakan sakit hati nya, kemarahan, dan kerinduan untuk kontak dengan keluarganya.

2. bagaimana cara memilih metodeyang tepat untuk memilih teknik yang akan dilakukan dalam melakukan terapi bermain? (jelaskan dengan contoh)
Alexsa, anak berumur 4 tahun, kedua orang tuanya sering berdebat di depan alexsa sehingga alexsa sering menangis, lama kelama-an alexsa tidak ingin berbicara karena kedua orang tuanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing. sudah 2bulan alexsa tidak ingin berbicara nenek nya yang kasihan melihat cucunya membawa alexsa ke psikiater, psikiater menyarankan alexsa untuk terapi pasir, alexsa membuat sebuah adegan dimana ayah dan ibunya bertengkar dan alexsa mengambarkan dirinya sedang berjongkok, sambil menangis, terapis melihat bahwa alexsa merasa sedih melihat pertengkarang kedua orang tuanya sehingga ia tidak ingin berbicara.

3. bagaimana cara yang paling efektif yang harus dilakukan terapis dalam metode terapi keluarga? ((jelaskan dengan contoh))

jawab
Pak alex memiliki seorang putra sebut saja namanya rangga, rangga seharusnya sudah berada di kelas 5 SD, tetapi rangga tidak naik kelas karena saat masih berada dikelas satu rangga sulit untuk membaca dan menulis sehingga membuat sang guru merasa kewalahan, kedua orang tua rangga merasa malu karena anaknya tidak naik kelas, dirumah rangga selalu dimarahi oleh ibunya karena ketika diajari menulis tulisan rangga terbalik atau ketika mengucapkan suatu kalimat ada kata yang hilang karena selalu dimarahi oleh kedua orang tuanya rangga tidak mau bersekolah, rangga akhirnya tidak mau berbicara kepada siapapun, karena merasa khawatir karena anaknya tidak mau bebicara ibunya membawa kwrumah sakit dan menemui psikiater, setelah mengetahui bahwa rangga mengalami diseleksia, psikiater itu mencoba berbagai cara agar rangga untuk berbicara, setelah rangga mulai mau berbicara, dan mengetahui bahwa rangga selalu dimarahi dan tidak mendapatkan dukungan sosial dari orang sekitarnya, kedua orang tua rangga disaran kan untuk mengikuti terapi keluarga, yang tujuannya utnuk memberikan pemahaman tentangf penyakit diseleksia sehingga mereka kedepannya akan tau cara yang terbaik untuk mengasuh, dan memberi pemahaman kepada rangga.

Kamis, 09 Juni 2016

PSIKOTERAPI (TUGAS 3)


1. Jelaskan metode transaksional analisis dalam penetapan teraphy nya!

Jawab :
Analisis Transaksional adalah suatu pendekatan psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional.
Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru,guna kemajuan hidupnya sendiri. dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam prosesterapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien atau proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dankeputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.

2. Jelaskan perbandiangan terapi individu dan terapi kelompok!

Jawab :
Terapi kelompok dapat dilakukan bersama-sama dengan klien yang memiliki permasalahan yang sama, lebih murah, dukungan sosial lebih banyak dari sesama klien yang memiliki permasalahan tersebut. terapi individu, lebih private.

3. Jelaskan metode terapi rasional emotif dalam penerapannya!

Jawab :
Pandangan yang penting dari teori rational emotif adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang berpangkal pada “selftalk” atau internalisasi kalimat-kalimat, yaitu orang yang mengatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Neurosis adalah pikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesasihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Pendekatan ini menggunakan prosedur yang beragam seperti mengajar, membaca, “pekerjaan rumah”, dan penerapan metode ilmiah logis bagi pemecahan masalah. Teknik-teknik dirancang untuk melibatkan klien ke dalam evaluasi kritis atas filsafat hidupnya. Diagnosis yang spesifik dibuat. Terapis menafsirkan, bertanya, menggali, menantang, dan mengkonfrontasikan klien.

4. Jelaskan metode terapi perilaku dalam penerapannya!

Jawab :
Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigma belajar yang ditatpkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis mana terapi didasarkan.
pada Classical Conditioning, Operant Conditioning, Modeling.terapi prilaku bisa diterapkan secara luas pada terapi individual dan kelompok, lembaga-lembaga, sekolah-sekolah dan situasi-situasi belajar lainnya. Terapi tingkah laku adalah pendekatan pragmatis yang berlandaskan kesasihan ekseprimental atas hasil-hasil, kemajuan bisa ditaksir dan teknik-teknik baru bisa dikembangkan.
Metode Behavior Therapy, Menurut Krumboltz (dalam Surya, 2003) mengemukakan bahwa terdapat empat metode dalam terapi behavior, yaitu:

a. Operant Learning
Dalam metode ini yang penting adalah penguatan yang dapat menghasilkan perilaku yang diharapkan, serta pemanfaatan situasi diluar klien yang dapat memperkuat perilaku klien yang dikehendaki.

b. Unitative Learning atau Social Modeling
Dalam metode ini yang penting adalah perlunya konselor merancang perilaku adaptif yang dapat dijadikan model bagi klien, baik dalam bentuk rekaman, pengajaran berprogram, video. Film, biografi atau model.

c. Cognitive Learning
Metode ini lebih banyak menekankan pentingnya aspek perubahan kognitif klien. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien dan bermain peran

d. Emotional Learning
Metode ini diterapkan untuk individu yang mengalami kecemasan, melalui penciptaan situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama dengan situasi rangsangan yang menimbulkan kesenangan, sehingga secara berangsur kecemasan tersebut berkurang dan akhirnya dapat dihilangkan.

Sabtu, 14 Mei 2016

Psikoterapi (Tugas 2)

1. Jelaskan metode tetapi humanistik eksistensial!
Dasar dari metode terapi ini adalah penekanan keunikan setiap individu serta memusatkan perhatian pada kecendrungan alami dalam pertumbuhan dan pewujudan dirinya. Dalam terapi ini para ahli tidak mencoba menafsirkan perilaku penderita, tetapi bertujuan untuk memperlancar kajian pikiran dan perasaan seseorang dan membantunya memecahkan masalahnya sendiri. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam terapi Humanistik ini adalah Terapi yang berpusat kepada klien Client-Centered Theraphy.

2. Jelaskan metode terapi Psikoanalisa!
metode psikoterapi. Psikoanalisis berasal dari uraian tokoh psikoanalisa yaitu Sigmund Freud yang mengatakan bahwa gejala neurotic pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan yang ditekan, ingatan mengenai hal-hal yang traumatic dari pengalaman seksual pada masa kecil. Selain itu, Freud juga mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan irasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa lima tahun pertama dalam kehidupannya.

3. Jelaskan perbedaan terapi humanistik eksistensial dengan person centered therapy!
Tujuan dari terapi humanistik eksistensial
Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka.

4. Jelaskan teknik dari logo terapi (Frankl) yang dilalukan di Indonesia serta mengapa menggunakan teknik tersebut!
Contoh kasus penerapan teknik De- reflection
Contoh kasus berikutnya dikutip dari hasil penelitian oleh Suprapto (2013) yang berjudul “konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia” Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam hidup tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut akan menimbulkan berbagai dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam hidup yang dapat menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia yang mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala fisik.Berdasarkan hasil analisis dari kasus diatas menunjukkan bahwa konseling logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia. Konseling logoterapi diberikan pada subjek karena konseling ini merupakan konseling yang diberikan pada individu yang mengalami ketidak jelasan makna dan tujuan hidup. Hal tersebut menyebabkan subjek mengalami kehampaan dan kehilangan gairah hidup. Konseling logoterapi juga diberikan pada subjek karena konseling ini tidak diterapkan untuk kasus patologis berat yang membutuhkan psikoterapi. Selain itu, konseling logoterapi memiliki karakteristik jangka pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup (Bastaman, 2007).

Link bantuan menyusul :D


Kamis, 17 Maret 2016

Psikoterapi (minggu ke-1)

Tugas Softskill minggu pertama


1. Jelaskan pengertian Psikoterapi
Jawaban:
Dilihat secara eptimologis Psikoterapi mempunyai arti sederhana, yaitu "psyche" yang artinya jiwadan "therapy" yang artinya merawat, mengobati, atau menyembuhkan. sehigga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah Perawatan pada aspek kejiwaan.
Pengertian menurut tokoh:
1. Wolberg (1954), suatu bentuk dari perawatan terhadap masalah-masalah yang dasarnya emosi,
dimana seseorang terlatih dengan seksama membentuk hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan
memindahkan, mengubah atau mencegah munculnya gejala dan menjadi perantara untuk menghilangkan
pola-pola perilaku yang terhambat.
2. Corsini (1989), Proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari
satu orang, tetapi ada kemungkinan terjadi dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan
tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress)
Jadi psikoterapi adalah perawatan terhadap masalah-masalah,yang bersifat formal, dari interaksi dua pihak
yang profesional dengan tujuan untuk memperbaiki, memindahkan mengubah atau mencegah keadaan yang tidak menyenangkah

2. Jelaskan dan berikan contoh tujuan dari Psikoterapi
Jawaban :
Tujuan psikoterapi adalah untuk
1. Perawatan akut, perawatan dilakukan kepada pasien yang sudah akut contohnya seseorang
yang suka melukai dirinya sendiri dengan cara menyilet-nyilet pergelangan tangannya secara terus
menerus sehingga meyebabkan pasien hampir kehilangan nyawanya sehingga pasein harus
dijauhkan dari benda-benda tajam.
2. Rehabilitasi, memperbaiki gangguan perilaku berat seperti orang yang kenduan narkoba
3. Pemiharaan, Pencegahan keadaan memburuk dalam jangka penjang contohnya pasein skizofren yang sudah membaik tetap harus meminum obat-obatnya.
4. Restrukturisasi, Pemahamannya di ubah dalam segala hal sehingga meningkatkan perubahan yang terus menerus kepada pasien.

3. Jelaskan perbedaan Psikoterapi dan konseling
Jawaban :
@ Psikoterapi, Pemberian pemahaman secara rekonstruksi (insght recontructive), permasalahan berat, individu kurang normal
konflik interpesonal yang mendalam, mengalami tekanan emosi yang kronis dan berorientasi pada terapi, menggunakan teknik yang spesifik dengan psikoanalisis
atau behaviorstik dan penanganan medis. biasanya pisikoterapi dilakukan oleh Psikiater
sedangkan
@konseling, pemberian dorongan, pemberian pemahaman secara reduktif, permasalahan ringan
peran dalam kehidupan, kecemasan normal dan lebih kepada krisis situasional dalam sehari-hari
lebih berorientasi pada klien, mementingkan hubungan dengan pendektan humanistik
biasanya konseling dilakukan oleh Psikolog.

4. Jelaskan berserta contohnya bentuk dari terapi
Jawab:
Menurut Wolberg (1967) ada 3 bentuk dari terapi
Salah satunya adalah support therapy, suport terapi ini bertujuan untuk memperkuat benteng pertahanan diri, memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi kepribadian serta mengembalikan pada penyesuaian diri yang seimbang.
Cara atau pendekatan : bimbingan, katarsis emosional, hipnosis, manipulasi lingkungan, terapi kelompok dll.
Contohnya, pada sebuah keluarga istrinya sangat menurut kepada suaminya, dalam hal apapun istrinya itu selalu menuruti perintah atau kemauan suaminya, karena jika tidak diikuti maka sang suami akan memukuli istrinya, samapi suatu kejadian dalam keadaan sakit sang suami meminta untuk dilanyani padahal kondisi sangistri sedang sakit dalam hal ini istri harus diberikan pengertian dan dukungan untuk dapat menolak permintaan suaminya dalam tanda kutip permintaan yang tidak baik.

Jumat, 01 Januari 2016

Psikologi Manajemen minggu ke-14

Sikap Kerja dan Kepuasan Kerja 

       A. HUBUNGAN PELAKSANAAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA

Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi, institusi maupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan.
Keyakinan bahwa karyawan yang terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26).
Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran kerja yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko, 2001 : 291). Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan.
Setiap karyawan memiliki keinginan untuk mengimplementasikan pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang didapatkan sebelumnya kepada perusahaan dimana mereka bekerja. Jika mereka tidak mampu mengaplikasikannya, mereka akan menjadi tidak puas dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama bekerja (length of employment), hal ini bisa dikaitkan dengan loyalitas karyawan. Jika karyawan dihargai secara adil sesuai dengan prestasi kerjanya maka mereka akan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak memiliki tendensi untuk berpindah pekerjaan di tempat lain (Siehoyono, 2004).

Menurut Miller (1991), kepuasan karyawan adalah suatu ukuran kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi dan meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction).
1. Hubungannya dapat dilihat dari beberapa pengaruh, diantaranya:
a.  Pengaruh Antara Kerja Sama (teamwork) Dengan Kepuasan Karyawan. Greenberd dan Baron (2003) menyatakan bahwa team adalah suatu kelompok yang anggotanya memiliki keahlian yang saling melengkapi dan masing-masing berkomitmen kepada tujuan yang sama (Siehoyono, 2004). Kerja sama yang saling menguntungkan dan mendukung dalam suatu organisasi, akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada anggota kelompok itu sendiri. Dari studi yang dilakukan oleh Loveman (1998) terhadap bank retail disimpulkan bahwa kerja sama adalah salah satu faktor yang memberi kontribusi atas kepuasan karyawan selain kualitas perusahaan, penghargaan dan fokus konsumen. Kesimpulan ini juga didukung pernyataan dari Heinhuis et al.,(1998).
b. Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Pekerjaan (employee job fit) Dengan Kepuasan Karyawan.Advantage Hiring, Inc mendefinisikan kesesuaian kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell (1991), tujuan perusahaan yang menyatu kepada tujuan karyawan secara perorangan akan menjadikan karyawan merasa sayang untuk pergi (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Namun sebaliknya, karyawan yang merasa tidak cocok dengan tujuan perusahaan cenderung tidak puas dan meninggalkan perusahaan (Lovelace dan Rosen, 1996). Semakin tinggi kesesuaian terhadap pekerjaan, maka akan semakin kecil penyimpangan terhadap performa kerja.
c. Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Teknologi (technology job fit) Dengan Kepuasan Karyawan.Kesesuaian terhadap teknologi berkaitan dengan ketepatan terhadap alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja. Penelitian menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara technology job fit dengan employee satisfaction (Corbet et al., 1989). Dengan kata lain, penggunaan teknologi yang sesuai akan menjadikan pekerjaan tersebut efisien dan menimbulkan rasa puas dalam diri karyawan. Semakin tinggi kesesuaian terhadap teknologi, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
d. Pengaruh Antara Kemampuan Kontrol Diri (perceived control) Dengan Kepuasan Karyawan → Kemampuan kontrol diri mewakili hubungan antara reaksi individu terhadap tekanan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut (Zeithaml et al., 1991). Menurut Averill (1973, dikutip dari Zeithaml et al., 1991) ada 3 bentuk kontrol yaitu: (1) kontrol perilaku yaitu kemampuan untuk memberi respon yang mempengaruhi situasi yang mengancam; (2) kontol kognitif yaitu kemampuan untuk mengurangi tekanan sesuai informasi yang diproses, dan (3) kontrol keputusan melibatkan seleksi atau pemilihan tujuan. Semakin tinggi kemampuan kontrol diri, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
e. Pengaruh Antara Sistem Pengontrolan Pengawasan (supervisory control system) Dengan Kepuasan Karyawan. Definisi sistem pengontrolan pengawasan adalah untuk menentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan sosial (Zeithaml et al.,1991). Dalam kondisi yang sederhana, sistem pengontrolan pengawasan merujuk pada tingkat dimana perilaku karyawan di evaluasi lebih dibandingkan kuantitas output. Menurut Butler (1999), pengawasan mempunyai peran penting dalm mengkoordinasikan kerja sama diantara karyawan (kesatuan grup dapat didukung dengan efisiensi oleh para manajer). Semakin baik system pengontrolan pengawasan, maka akan semakin tinggi kerjasama dan kepercayaan karyawan terhadap manajer (Siehoyono, 2004).
f. Pengaruh Antara Konflik Peran (role conflict) Dengan Kepuasan Karyawan. Ketika individu dihadapkan pada peran yang menyimpang dari harapan, hasilnya adalah konflik peran (Robbins, 1996). Konflik peran adalah suatu situasi yang terjadi jika sesorang diharapkan untuk memerankan dua peran yang bertentangan. Perubahan yang sering terjadi terhadap lokasi kerja, jumlah staff pendukung dan tanggungjawab pengawasan diidentifikasikan oleh Kahn et al., (1964) sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964). sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964).
g. Pengaruh Antara Ambiguitas Peran (role ambiguity) Dengan Kepuasan Karyawan. Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi. Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al., (1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah. Ketidakmampuan dalam menghadapi ambiguitas peran merupakan salah satu penyebab tekanan dalam bekerja (Rizzo et al., 1970), dan juga berpengaruh pada penurunan kepuasan kerja karyawan (Fisher & Gitelson, 1983; Jackson & Schuler, 1985; Lamble, kepuasan kerja karyawan 1980, Igbaria & Guimaraes, 1993 dikutip dari Chambers, Moore & Bachtel, n.d.).

2. Hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja

Setiap manusia selalu menunjukkan tipe perilaku yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai makhluk yang memiliki keunikan tersendiri. Tipe perilaku merupakan deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-hari, termasuk penampilan seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Tipe perilaku ini dibedakan atas 2 tipe, yaitu tipe perilaku A dan tipe perilaku B. Tipe perilaku A digambarkan sebagai seorang karyawan yang secara kontinu berjuang untuk mendapatkan terlalu banyak dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dalam waktu yang terlalu sedikit ataupun dengan melewati terlalu banyak hambatan pada saat mereka melaksanakan pekerjaannya.
Karyawan yang memiliki tipe perilaku A rentan terhadap gangguan koroner. Akibat efek genetik ataupun efek-efek pengalaman terdahulu seorang karyawan, karyawan dengan tipe perilaku A akan menunjukkan respons susunan saraf otonom yang berlebihan secara tidak normal dalam keadaan terancam. Adanya ketergesaan persaingan serta peningkatan stres yang menyertainya akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis dan memberikan kontribusi bagi kemungkinan timbulnya penyakit jantung koroner. Dengan demikian seorang karyawan yang mempunyai tipe perilaku A lebih banyak mengalami kesulitan dalam bekerja. Keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa ketidak puasan di dalam bekerja.
Sedangkan karyawan yang memiliki tipe perilaku B adalah mereka yang tidak memiliki karakteristik seperti yang terlihat pada tipe perilaku A. Orang yang memiliki tipe perilaku B tidak mudah terkena stres, lebih mudah dalam menjalani kehidupannya, memiliki ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian seorang karyawan yang tidak memiliki tipe perilaku B tidak rentan terhadap gangguan koroner, sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih memberikan kepuasan dalam bekerja. Salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang karyawan adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan oleh seorang karyawan pada saat melakukan pekerjaannya. Dari uraian di atas, maka dapat diduga terdapat hubungan positif antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan. Makin kuat tipe perilaku B yang ditampilkan seorang karyawan dalam menghadapi berbagai tekanan, ancaman dan hambatan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya maka makin puas karyawan dalam bekerja.
3.      Hubungan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja
Manusia bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk mendapatkan penghasilan agar kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi dengan baik. Kepuasan kerja adalah respons umum karyawan berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang hal menyenangkan atau tidak menyenangkan pekerjaan yang dilakukan, baik didasarkan atas imbalan material maupun psikologis.
Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja jika ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterima baik berupa gaji, insentif, tunjangan dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk materi atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang telah dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan itu. Kelebihan yang didapat masih cukup untuk dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup diri keluarga (bagi yang telah berkeluarga) serta kebutuhan lain. Kepuasan kerja akan didapat jika ada kesesuaian antara harapan penggajian karyawan dengan besarnya imbalan yang diterima, baik yang berupa materi maupun non materi.
Dari uraian di atas, dapat diduga terdapat hubungan antara pemenuhan harapan penggajian karyawan dengan kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, makin sesuai pelaksanaan penggajian dengan harapan karyawan yang didasarkan atas kebutuhan minimalnya, makin besar kepuasan kerjanya.
     E.     MENCEGAH DAN MENGATASI KETIDAKPUASAAN KERJA
Banyak cara untuk mengatasi serta mencegah ketidakpuasaan kerja, dari uraian yang telah ada kita dapat menggambarkan bahwasannya arti seorang karyawan dalam suatu perusahaan maupun institusi merupakan penting artinya bagi kelangsungan dan perkembangan perusahaan tersebut. Maka untuk mengindari adanya ketidakpuasan kerja yang dialami karyawan, para supervise, manajer, maupun pimpinan harus mempunyai kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan karyawan baik psikologisnya maupun materi yang dapat mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Jangan sampai terjadi seperti kasus yang telah diuraikan.
1.      Menurut Model Theory of Work Adjustment terdapat 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f.  Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i.  Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j.  Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m.Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r.  Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t.  Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.

2.      Menurut Jewell dan Siegall (1998) beberapa aspek dalam mengukur kepuasaan kerja:
a. Aspek psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan.
b. Aspek sosial, berhubungan dengan interaksi sosial, baik antar sesama karyawan dengan atasan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerjanya serta hubungan dengan anggota keluarga.
c. Aspek fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.
3. Terdapat empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan:
a. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
b. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
c. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
d. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
e. Kesehatan : Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif.
4. Cara lainnya untuk mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja pada karyawan adalah dengan melihat apa saja yang menjadi elemen atau aspek-aspek pendukung dalam sikap kerja. Menurut Osada (2000), aspek-aspek yang mendukung sikap kerja karyawan dibagi menjadi 5 hal penting. Tujuannya, untuk menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai kebiasaan yang baik dan perilaku yang baik sehingga karyawan dapat bekerja dengan lancar dan mematuhi peraturan. Lima aspek tersebut, diantaranya :
a. Pemilahan (seiri) → Pemilahan berarti memilah segala sesuatu dengan aturan atau prinsip tertentu. Langkah yang harus ditempuh adalah membagi segala sesuatu ke dalam kelompok sesuai dengan urutan kepentingannya dan membaginya dengan memutuskan mana yang penting dan mana yang sangat penting. Pemilahan merupakan dasar dari sikap kerja.
b. Penataan (seiton) → Penataan bertujuan untuk menghilangkan proses pencarian. Yang diutamakan adalah penghapusan proses pencarian dan manajemen fungsional dengan cara mendasarkan pada seberapa banyak yang bisa disimpan dalam pikir/otak dan bertindak dengan cepat.
c. Pembersihan (seiso) → Pembersihan merupakan salah satu bentuk pemeriksaan. Yang diutamakan dalam pembersihan adalah pemeriksaan terhadap tindakan yang dilakukan dan menciptakan sikap kerja yang tidak memiliki cacat ataupun cela. Prinsipnya adalah pemeriksaan dan tingkat kebersihan.
d. Pemantapan (seiketsu) → Pemantapan berarti terus menerus dan secara berulang-ulang memelihara pemilahan, penataan dan pembersihannya.. Prinsip dari pemantapan adalah inovasi dan manajemen diri untuk mencapai dan memelihara kondisi yang sudah dimantapkan sehingga dapat bertindak dengan cepat.

e. Pembiasaan (shitsuke) → Pembiasaan berarti menanamkan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang benar. Prinsip yang digunakan adalah menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai lewat kebiasaan dan perilaku yang baik sehingga nantinya karyawan dapat bekerja dengan baik dan mematuhi peraturan.

Daftar Pustaka
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnelly, Jr., J.H., 1990, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Terj.), Penerbit Erlangga, Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.Yogjakarta: BPFE .
Kreitner, Robert & Kinicki., Anggelo. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : SalembaEmpat. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama.
Wexley, K.N., Yukl, G.A., 1977, Organizational Behavior and Personal Psychology,
Richard D. Irwin Inc., Homewood, Illinois.

Psikologi Manajemen minggu ke-13

Sikap Pekerja dan Kepuasan Kerja 

TEORI-TEORI KEPUASAN KERJA
Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:
1. Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun ditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas. Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status.

    B. DETERMINAN SIKAP KERJA
Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan.
1.Menurut para tokoh :
a.Gibson (1997), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
b.Sada (2000), adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
2. Sikap yang positif :
a. Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual.
b. Rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercpainya tjuan perusahaan.
c. Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
d. Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.
3. Faktor-faktor Sikap Kerja
Menurut Blum and Naylor (Aniek, 2005) terdapat beberapa factor yang mempengaruhi sikap kerja, diantaranya:
a. Kondisi Kerja → Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan social yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Karena dengan adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.
b. Pengawasan Atasan → Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.
c. Kerja sama dari teman sekerja → Adanya teman sekerja yang dapat berkerjasama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
d. Keamanan → Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam pekerjaan.
e. Kesempatan untuk maju → Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.
f.  Fasilitas kerja → Tersedianya fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan karyawan dalam pekerjaannya.
g.  Upah atau Gaji → Rasa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

    C. PENGUKURAN SIKAP KERJA
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gayakepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
1. Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak, ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
2. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai diantaranya :
a. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan
b. Supervise
c. Organisasi dan manajemen
d. Kesempatan untuk maju
e. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
f.  Rekan kerja
g.  Kondisi pekerjaan
3. Menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja, pengukuran sikap/kepuasan kerja, diantaranya :
a. Bekerja pada tempat yang tepat
b. Pembayaran yang sesuai
c. Organisasi dan manajemen
d. Supervisi pada pekerjaan yang tepat
e. Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat

Analisa : Dari teori diatas kita tau ada 3 fator yang memengaruhi kepuasan kerja menurut Wexley dan Yukl, yang akan saya angkat adalah keadilan, menurut Wexley dan Yukl seseorang merasa puas atau tidak tergantung apakah ia merasa adanya keadilan atau tidak atas situasi, teroi ini apakah sudah diterapkan di perusahaan-perusahaan diluar kepada pegawainya yang muslim? seperti yang kita tau mungkin belum atau tidak mungkin diterapkan atau perusahaan tersebut tidak mengetahui adanya ketiga faktor tersebut? entahlah yang jelas mungkin teori tersebut harus mengkaji ulang 

Daftar Pustaka
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnelly, Jr., J.H., 1990, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Terj.), Penerbit Erlangga, Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.Yogjakarta: BPFE .
Kreitner, Robert & Kinicki., Anggelo. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : SalembaEmpat. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama.
Wexley, K.N., Yukl, G.A., 1977, Organizational Behavior and Personal Psychology,
Richard D. Irwin Inc., Homewood, Illinois.