Sabtu, 28 November 2015

Psikologi Manajemen (minggu ke-9)

TEORI HARAPAN DAN IMPLIKASINYA PRAKTISNYA

Teori harapan adalah teori yang beragumen, bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).

Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu
1. Harapan (expentancy)
    Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan                   merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu           yang berarti kepastian.
2. Nilai (Valence)
    Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai       motivasi) bagi setiap individu tertentu.
3. Pertautan (Inatrumentality)
    Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan       dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar       antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat           pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang             menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.

Teori ini termasuk kedalam Teori-teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.

TEORI TUJUAN DAN IMPLIKASI PRAKTISNYA

Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
1.    Dia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan.
2.    Dia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut.
3.    Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan.
4.    Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh.
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).

KESIMPULAN
Dari yang telah di jabarkan diatas, teori harapan kepada lebih kepada kepercayaan akan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menghantar kepada penilaian pekrjaan yang lebih baik. teori tujuan lebih kepada jika kita memiliki tujuan yang pasti, dan jelas maka motivasi akan muncul lebih tinggi. dari kedua teori tersebut menurut saya saling berkaitan, dan saya menyakini hal tersebut. Sebagai contoh seseorang yakin akan kemampan untuk menyelesaikan tugas dengan tepat waktu ketika ditanya seseorang itu menjawab karena ingin mendapatkan penilaian yang bagus dari atasan, tujuan yang diyakini seseorang tersebut adalah untuk mendapatkan penilainnya yang tinggi dari atasan sehingga membuaat seseorang tersebut memiliki motivasi yang tinggi untuk selalu memacu dirinya untuk jauh lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Irianto, Anton. (2005). Born to win. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hariandjaya. M.T.E (2002). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana

Kamis, 19 November 2015

PSIKOLOGI MANAJEMEN (Minggu ke 8)

Pengertian Motivasi


  • Motivasi adalah faktor yang mengarahkan dan mendorong prilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah. 
  • Motivasi adalah suatu kekuatan atau tenaga pendorong untuk melakukan sesuatu hal atau menampilkan perilaku tertentu. 
  • jadi Motivasi adalah, suatu hal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang ingin di capai. 

Pengertian Teori Drive-Reinforcement


Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :

1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.

2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. 



Daftar Pustaka
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita 
Hariandjaya. M.T.E (2002). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana 
Gunasarna. S.D (2004). Psikologi olahraga. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia 

Jumat, 13 November 2015

Psikologi Manajemen (minggu ke-7)

TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN 

1. Modern Choice Approach to Participation (Vroom & Yetton)

Menurut teori ini gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk:
• Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem solving situation).
• Menyarankan gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis pemecahan persoalan.
Misalnya seorang dokter yang mengambil keputusan untuk melakukan operasi terhadap pasien yang mengalami kecelakaan tanpa dia harus berkonsultasi terlebih dahulu terhadap staf-stafnya dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya.
Dari sini dapat dilihat bahwa gaya pengambilan keputusan yang diambil oleh dokter tersebut merupakan gaya pengambilan keputusan A-1 yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang dimana dia mengambil keputusannya sendiri dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan informasi yang pada waktu itu diketahuinya.

2. Teori Kepemimpinan Contingensi of Leadhership (Fiedler)

Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi ke efektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions). Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).

Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
1. Supportive leadership,                     Menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan                                                                                bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat.
2. Directive leadership,                        Mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan                                                                          peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada.
3. Participative leadership,                 Konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan                                                                                 keputusan.
4. Achievement-oriented leadership  Menentukan tujuan organisasi yang menantang dan                                                                         menekankan perlunya kinerja yang memuaskan. 

3. Path Goal Theory 

Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas. Pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikur, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).

Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha –kinerja-imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.

Kesimpulan 
Modern Choice Approach to Participation, menurut teori ini keputusan seorang pemimpin ditentukan sendiri dari hasil informasi yang pada waktu itu diketahui, seperti ilustrasi diatas seorang dokter yang mengambilan keputusan dari hasil info yang dia ketahui saat itu. SAAT ITU catat, okay than kalo dokter sih karena harus nyelamatin nyawa dari pasien tersebut terus juga kalo dokter emang dituntut sama waktu kan oke lah. Tapi itu loh gimana kalo misalnya informasi yang didapat saat itu gak revlan untuk kedepannya kalau engga gak lengkap, kalau dari sisi peribadi saya sendiri yang orangnya rada detail ini sih gak terlalu bagus untuk mengambil keputusan hanya dari info yang saat itu kita ketahui. 
Teori Kepemimpinan Contingensi of Leadhership (Fiedler), dari yang saya baca diatas saya suka tuh, seorang pemimpin harus bisa dekat depan bahawannya, dipercaya, terus dalam memberikan tugas jelas, tegas dan memberikan reward kepada karyawannya. kenapa coba harus seperti itu? ya jelas lah namanya pemimpin orang yang memimpin, nah karena itu kita harus bisa di percaya, di sukai, kenapa? biar enak kedepannya. gini deh kalo kita gak suka sama secara otomatis kinerja kita bakalan gak bagus biasa-biasa aja (subjektif sih ini tapi kebanyaakan gitu) males-malesan tuh yang paling parah, kalo tegas sih emang harus biar gak meye-meye karyawaannya, kita boleh deket, tapi gak bikin karyawan kita males juga. caranya? ya ditegasin lah, tegasin nya gimana? bedakan antara waktu untuk bercanda, sama bekerja. nih kalo kinerja karyawan bagus kan bisa di kasih reward.
Path Goal Theory, sebenrnya gak ngerti, tapi mungkin kaya gini kali nya, pemikiran / persepsi pemimpin itu mempengaruhi karyawan, bisa dalam hal apa aja nah setelah bisa memperngaruhi karyawannya itu tercapai deh tujuan pemimpin. 





DAFTAR PUSTAKA
Muchlas M., 1998 Perilaku Organisasi, dengan Studi kasus Perumahsakitan, Program Pendidikan 
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga 

P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

Kamis, 05 November 2015

Psikologi manajemen (minggu ke 6)

Teori-teori Leadership


  • Definisi Kepemimpinan
  1. Kepemimpinan menurut adalah terjemahan dari bahasa Inggris leadership yang berasala dari kata leader. kata leader muncul pada tahun 1300-an, sedangkan kata leadership muncul belakangan sekitar tahun 1700-an. 
  2. kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas-aktifitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok.
  3. Definisi leadership, banyak ahli yang mendefisikan Kepemimpinan. Dari sekian banyak pengertian itu, Stoner mencoba megabungkannya menjadi satu pengertian, bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mengenai pengarahan dan usaha untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota kelompok.
  • Teori-teori kepemimpinan Partisipatif
1. Teori x & teori y dari Douglas MxGregor
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.

Teori X

  Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.

Teori Y

  Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari 
lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Teori ini merupakan salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.

2. Teori sistem 4 dari Rensis Likert

   Gaya Kepemimpinan yang berlandaskan pada hubungan antara manusia melalui hasil produksi dari sudut pandang manajemen yang kemudian dikenal dengan Four Systems Theory. Empat Sistem Kepemimpinan menurut Likert tersebut antara lain :

Sistem Otokratis Eksploitif
Pada sistem Otokratis Eksploitif ini, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).

Ciri-ciri sistem otokratis eksploitif ini antara lain:
1. Pimpinan menentukan keputusan
2. Pimpinan menentukan standar pekerjaan
3. Pimpinan menerapkan ancaman dan hukuman
4. Komunikasi top down
5. Sistem Otokratis Paternalistic

Pada sistem ini, Pemimpin tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan memperbolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.

Ciri-ciri dri sistem Otokratis Paternalistic atau Otoriter Bijak, antara lain:

1. Pimpinan percaya pada bawahan
2. Motivasi dengan hadiah dan hukuman
3. Adanya komunikasi ke atas
4. Mendengarkan pendapat dan ide bawahan
5. Adanya delegasi wewenang
6. Sistem Konsultatif

Pada sistem ini, Pemimpin menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan spesifik yang dibuat oleh bawahan.

Ciri-ciri Sistem konsultatif antara lain:
1. Komunikasi dua arah
2. Pimpinan mempunyai kepercayaan pada bawahan
3. Pembuatan keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat atas
4. Sistem Partisipatif

Sistem partisipatif adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila pemimpin secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, pemimpin tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting. Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

Ciri-ciri Sistem Partisipatif antara lain:

1. Team work
2. Adanya keterbukaan dan kepercayaan pada bawahan
3. Komunikasi dua arah (top down and bottom up)
4. Teori of leadership Pattern choice dari Tannenbaum & Schmidt

Tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer.
Tujuh “pola kepemimpinan” yang di identifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt.
Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.

1)  Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

2)  Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik

3) Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

4) Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

5) Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

6)  Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.

7) Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.

3. Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :

1. AI (Autocratic): Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
2. AII (Autocratic): Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
3. CI (Consultative): Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
4. CII (Consultative): Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
5. GII (Group Decision): Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
Kesimpulan :  Leadership atau kepemimpinan. kepemimpinan merupakan salah satu proses utnuk mempengaruhi keigtan berkelompok kita. di teori-teori yang dikemukanan oleh MaxGregor. Teori X menekankan karyawan atau pegawai harus untuk diawasi dalam bekerja sedang kan teori y lebih menekankan karyawan tidak harus untuk mengembangkan potensi diri. Teori kedua teori sistem 4 rensis likert lebih menjelaskan kepada tipe-tipe kepemimpinan. dan teori yang terakhir, yaitu Teori Normativ Vroom dan yetom lebih menekankan kepada pengambilan kepetusan alternatif 
Daftar Pustaka : 
 Umar, H. (2003). Business an indroduction. Jakarta : Gramedia pustaka
Rumanti, M.A. (2002). Dasar-dasar public relations. Jakarta : Gramedia widaisarana 
Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada